Integrasi Transportasi Publik Solusi Kemacetan – Manfaatkan Berbasis Teknologi
NERACA
Jakarta –Keberadaan transportasi publik di Indonesia masih dimanfaatkan secara optimal, sehingga permasalahan klasik kemacetan sulit dipecahkan. Merespon hal tersebut, Intelligent Transport System (ITS) Indonesia menyatakan, dalam berbagai forum transportasi global disebutkan beberapa solusi untuk permasalahan transportasi perkotaan.
Di antaranya, pengembangan transportasi publik terintegrasi yang nyaman dan mudah diakses masyarakat secara lebih luas serta pemanfaatan teknologi untuk menunjang sarana dan prasarana pengelolaan operasional transportasi. Integrasi Transportasi Publik yang dimaksud meliputi integrasi infrastruktur (shelter dan koridor rute), integrasi informasi (alternatif rute, pilihan moda transportasi, estimasi waktu perjalanan, estimasi tarif), integrasi tarif serta integrasi pembayaran.”Saat ini dengan trend teknologi yang berkembang, sangat dimungkinkan untuk mencari informasi rute perjalanan, pilihan moda transportasi, estimasi waktu perjalanan, estimasi biaya, sekaligus melakukan transaksi pembayaran cukup dengan satu aplikasi di ponsel saja,” ujar President ITS Indonesia, Noni Purnomo di Jakarta, Selasa (21/11).
Hal tersebut salah satu contoh bagaimana teknologi dapat digunakan untuk mendukung terwujudnya infrastruktur transportasi publik yang lebih baik. Selain itu, teknologi dapat digunakan untuk melakukan pemantauan trafik jalan raya secara lebih otomatis, terkait dengan adanya pelanggaran, kecelakaan, atau kemacetan. Sehingga dapat dilakukan tindakan atau penanganan secara lebih cepat dan komprehensif.”Teknologi dapat digunakan juga untuk melakukan analisis perilaku pengendara di jalan raya, sehingga dapat dilakukan prediksi serta pengambilan keputusan yang lebih baik dalam perencanaan dan pengembangan jalan raya oleh otoritas yang berwenang,” tutur Noni.
Selain itu, ITS Indonesia menilai bahwa saat ini kecepatan rata-rata kendaraan di waktu sibuk yakni 10 km/jam, mengalami penurunan setiap tahun sejak 10 tahun sebelumnya. Sementara kerugian ekonomi yang tercatat sebagai dampak dari kemacetan di Jakarta senilai US$ 1 miliar pada 2010 dan diperkirakan akan meningkat menjadi US$ 6,5 miliar atau sekitar Rp84,5 triliun (kurs Rp13.000/USD) pada 2020 jika kondisi ini tidak diperbaiki.
Kata Noni, kota Jakarta diprediksi akan mengalami kemacetan total (grid lock) pada 2022, apabila tidak ada langkah-langkah yang komprehensif dalam menata ekosistem transportasi perkotaan. Hal tersebut masih ditambah juga dengan angka risiko kecelakaan yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, serta dampak polusi yang ditimbulkan dari banyaknya kendaraan yang melintas di jalan raya.
Noni mengatakan, berbagai upaya penanganan masalah-masalah transportasi memang telah dilakukan beberapa pemangku kepentingan dan pelaku usaha.”Tetapi penanganan-penanganan tersebut pada umumnya masih bersifat adhoc dan sporadis. Sehingga masih belum dapat menjawab tantangan-tantangan secara menyeluruh,”jelasnya.