Ini Tujuh Tantangan Implementasi Transaksi Tol Nirsentuh
Jakarta, Beritasatu.com - Vice President of Standardization and Monitoring Evaluation Intelligent Transport System (ITS) Indonesia Resdiansyah PhD menilai implementasi pembayaran tol tanpa sentuh atau Multi Lane Free Flow (MLFF) dengan teknologi global navigation satellite system (GNSS) menghadapi tujuh tantangan.
"Untuk itu, diperlukan solusi dalam menghadapi tantangan tersebut dengan menghadirkan pos penegakan atau enforcement station,” kata Resdiansyah dalam diskusi publik "Reformasi Sistem Transaksi Tol Sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan Kepada Pelanggan” yang digelar Institut Studi Transportasi (Instran) bekerjasama dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rabu (8/9/2021).
Resdiansyah menyebutkan, tantangan pertama adalah kinerja teknologi GNSS untuk MLFF sangatlah bergantung pada receiver atau penerima, khususnya pengurangan visibilitas dari satelit GNSS di beberapa kawasan seperti di bawah jalan layang, terowongan, dan lembah perkotaan atau posisi dimana kendaraan diapit gedung-gedung tinggi di kedua sisi yang membentuk seperti canyon line environment.
"Kondisi ini diketahui akan mempengaruhi sinyal navigasi satelit karena bayangan efek multipath. Di beberapa kasus, topologi jalan seperti itu memerlukan penggunaan teknologi pembantu lainya, seperti DSRC (Augmented Beacon) untuk menggantikan satelit,” ungkapnya.
Tantangan kedua, lanjut Resdiansyah, ketiadaan sinyal seluler (e-OBU) di beberapa kawasan jalan tol. Sinyal ini sangat vital dalam implementasi GNSS menggunakan e-OBU (telepon seluler) karena OBU memerlukan posisi kendaraan dan mengirimkannya ke pusat kendali data secara menerus. "Hal ini bisa menyebabkan kesalahan dalam charging harga jalan tol," jelasnya.
Ketiga, keakurasian GNSS. Tarif tol berbasis GNSS sangat bergantung dari algoritma kesesuaian peta, dimana titik lokal kendaraan yang direkam oleh OBU berusaha untuk terpetakan dengan peta jaringan jalan tol. "Error pada data bisa menyebabkan kesalahan akurasi posisi dan menyebabkan overcharging atau revenue loss bagi operator jalan tol," imbuhnya.
Sedangkan tantangan keempat adalah kondisi dari GNSS OBU atau e-OBU dalam kendaraan. Misalnya saja, GNSS OBU dimatikan dengan sengaja oleh pengguna jalan untuk menghindari penarikan tol. Keenam, masalah privasi perlindungan data.
Terakhir, Resdiansyah menyebutkan biaya operasional. Berdasarkan beberapa penelitian dan studi termasuk studi Balitbang Kemhub, biaya operasional tol berbasis GNSS umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi ETC lainnya. Sedangkan biaya infrastruktur sisi jalan lebih rendah karena hanya digunakan untuk tujuan penegakan hukum.
"Tingginya biaya operasional terjadi di back office, distribusi OBU, dan update software. Selain itu, penggunaan jaringan seluler yang berat untuk komunikasi juga meningkatkan biaya operasional secara keseluruhan,” jelasnya.
Resdiansyah mengatakan, dalam menghadapi tantangan tersebut, dibutuhkan kehadiran pos penegakan atau enforcement station. Pos tersebut harus dapat mendeteksi dan mengumpulkan semua data lintas dengan benar dari semua kendataan yang melewati gate dalam konfigurasi MLFF.
"Deteksi lalu lintas atau perhitungan lalu lintas, sistem penegakan harus memberikan tingkat deteksi 100%. Semua kendaraan yang melewati pos penjagaan harus dicatat. Catatan data lintas harus berisi informasi yang diperlukan untuk proses tol dan penegakan termasuk gambar di kendaraan depan dan belakang (ELTE),” tutupnya.
Oleh : Indah Handayani / FER
Dikutip dari:
https://www.beritasatu.com/ekonomi/824957/ini-tujuh-tantangan-implementasi-transaksi-tol-nirsentuh